cerpen : Ayahku…...pahlawanku...

Assalamu alaikum..” terdengar sebuah suara sambil mengetuk pintu sebuah rumah.
Rumah yang beratapkan seng dan berdindingkan semen berwarna biru yang terletak
sebelah kiri jalan. “ waalaikum salam warohmatullahi wabarakatuh, “ jawab seorang
wanita dari dalam rumah, yang ternyata adalah nyonya rumah tersebut. “
"wah, bapak sudah pulang . kok malam sekali pak ? “ tanya wanita tersebut kepada
sosok pria yang jangkung berkulit kecolatan dan lumayan tampan itu. “ maaf, bu.
Tadi ada rapat tiba-tiba dan baru saja selesai “ jawab pria tersebut .
seorang anak segera berlari keluar dari kamarnya ketika mendengar pembicaraan
ayah dan ibunya . Seorang anak perempuan berusia 5 tahun yang mengenakan baju
berwarna hijau kotak-kotak yang terlihat sangat manis jika tersenyum.
Anak perempuan yang bernama Tia itu, segera memeluk ayahnya dengan sangat erat dan berkata “ ayah, terang bulan pesananku mana ? “ Tanya anak tersebut. “
"maaf ya nak, ayah lupa. Apalagi ini sudah malam, belinya besok saja ya ? “ kata bapak
itu dengan ramah kepada anak tercintanya. “ "gak mau, Tia maunya sekarang “ kata anak itu sambil merengek rengek.
Melihat anak kesayangannya yang terlihat sangat sedih karena tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, akhirnya sang bapak pun dengan segera mengeluarkan motornya kembali,
sambil berkata “ Tia, jangan menangis lagi ya ? ayah akan membelikan terang bulan buat Tia “ kata sang ayah dengan senyum hangat kepada anaknya.
Dengan tubuh sempoyongan karena lelah, bapak itu mulai menyalakan motornya.
Udara malam yang sangat dingin mulai terasa ditubuhnya, seolah sedang menertawakan
dirinya yang tak berdaya ketika melihat air mata buah hatinya itu. Ia mengendarai
motornya menuju suatu tempat yang biasanya menjual terang bulan, namun nihil
usahanya sia-sia karena sekarang sudah pukul 10 malam, jadi wajar saja jika warung
tersebut sudah tutup.
Kemudian ia melanjutkan perjalanannya menuju ke tampat lainnya, sambil berdoa
agar tempat itu masih terbuka. Seperti warung sebelumnya, warung ini pun juga tidak
menampakkan adanya kehidupan, sudah kosong melompong hanya tersisa sampah-sampah
berserakan dimana-mana.
Bapak itu mulai putus asa, dalam ingatannya hanya tersisa satu tempat lagi.
Apakah warung tersebut juga sudah tutup ? pikirnya. Namun mengingat wajah bahagia
sang anak tercinta bila ia datang membawa pesanannya, membuat semangatnya tumbuh lagi.
Dengan semangat yang menggebu-gebu ia pun menancap gas dan menaikkan kecepatan motornya,
berharap agar ia tidak terlambat tiba disana. Bapak itu, menancapkan gas hingga spidometer menunjukkan angka 110. kecepatan yang sungguh berani dimalam yang gelap dan terlihat sunyi ini.
Dari kejauhan dia melihat bahwa warung terakhir yang menjadi harapannya masih terbuka, ia pun segera menuju kesana. “ "pak, beli terang bulannya satu “ kata sang bapak ketika telah
tiba diwarung itu. “"ini pak “ kata si penjual sambil menyerahkan terang bulan itu kepadanya.

Perasaannya menjadi sangat senang, terbayang olehnya wajah bahagia Tia ketika melihat dirinya datang dengan membawa terang bulan itu. Dengan semangat 45 ia pun mulai menyalakan motornya lagi dan mulai menancapkan gas. Selama perjalanan pulang ia terus membayangkan wajah senang Tia ketika menikmati terang bulan itu, yang membuat ia semakin bersemangat hingga tanpa sadar tangannya menambah kecepatan motornya menjadi maksimum. Udara malam yang sangat dingin pun mulai menyelimuti seluruh tubuh sang ayah, namun tak ada artinya lagi kini dia hanya berpikir untuk segera tiba di rumah dan memberikan terang bulan ini kepada anaknya.
Saking senangnya memikirkan hal tersebut, dia tidak menyadari bahwa……..” brak….” tabrakan pun terjadi. Pandangannya nanar, tatapan kosong melompong, darah bercucuran dari tangan dan kaki , tubuhnya terdiam kaku, entah karena kedinginan atau kah karena kesadarannya mulai hilang ?? Entahlah aku tak tahu… ? .
Suara raungan motor yang tergeletak tidak begitu jauh darinya mulai semakin samar terdengar ditelinga…” "apakah anda tidak apa-apa ? “ terdengar suara seseorang yang semakin lama semakin jelas. Ketika ia membuka mata tampaklah wajah-wajah yang tidak dikenalinya sama sekali sedang mengerumuni dirinya. Kesadaran sang bapak mulai pulih, ia pun segera menegakkan badannya. Tanpa memperdulikan perkataan orang-orang yang mencemaskan keadaannya saat itu, ia malah memungguti terang bulan yang kini berceceran di tanah. Satu demi satu kue tersebut ia masukkan ke dalam kantong plastik . Tentu saja hal ini membuat siapa saja yang melihatnya menjadi heran bukan ? mengapa tidak, disaat ia mulai sadar kembali, dengan sisa-sisa tenaga dan tubuh yang sempoyongan, dia malah memungguti kue tersebut. Sungguh sesuatu yang diluar dugaan. “
"pak, sebaiknya anda ke rumah sakit saja ? apa perlu saya menelpon ambulance ?“ tanya seorang pemuda yang sedang memberdirikan motor sang bapak. “ "tidak perlu nak, saya akan ke rumah sakit sendiri “ "jawab sang bapak ketika ia telah selesai mengumpulkan kue-kue yang berserakan tadi.

Dengan mantap ia menyalakan kendaraannya lagi, namun kali ini dia hanya melajukan motornya dengan kecepatan 20. Ia hendak menuju ke rumah sakit. Sekitar 15 menit kemudian….” Apa yang terjadi pak ? “ tanya seorang dokter dengan nada khawatir . “ ah ini.. tadi saya kecelakaan “ jawab sang bapak sambil nyengir. “ "sepertinya luka-luka ini perlu dijahit, saya ambil obat bius dulu “ "kata sang dokter seraya mengambil sebuah suntik dari dalam lemari.
Tak lama kemudian sang dokter pun menyuntikkan obat bius tersebut, namun apa yang terjadi ? obat itu ternyata tidak berpengaruh sama sekali kepada sang bapak. Sekali lagi dokter menyuntikkan obat yang sama, namun nihil tidak menghasilkan apa-apa. "“ langsung dijahit saja dok “" kata bapak tersebut karena dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan anaknya.
Setelah selesai dijahit, sang bapak pun pamit kepada si dokter dan tanpa menunggu lama-lama lagi, dengan masih dalam pengaruh obat bius , ia pun menancapkan gas motor bebeknya menuju rumah. Kira-kira 15 menit berlalu, ia pun tiba di rumah tercinta. “
"ayah…..ayah..” teriak Tia dengan riang gembira ketika melihat sang ayah. Dengan tampang yang lugu tanpa mengetahui tentang kecelakaan itu, Tia pun segera mengambil kantong plastik berwarna hitam yang tergantung di motor. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya disaat Tia mulai memasukkan kue terang bulan yang telah dibelikan dengan penuh pengorbanan dirinya. Baginya kecelakaan yang baru saja dialaminya tak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan senyuman manis yang ia dapatkan dari bibir mungil putri semata wayangnya itu. Sungguh ayahku….pahlawanku….!!! mungkin itu adalah kata-kata yang akan terucap dari bibir sang buah hatinya ketika ia beranjak dewasa………


salam distiwan

0 comments:

Post a Comment